WASTU.ID - Beberapa tahun terakhir, fenomena cancel culture sebagai salah satu budaya di media sosial cukup ramai.
Dalam era digital saat ini, media sosial telah menjadi platform utama untuk komunikasi, ekspresi, dan advokasi.
Salah satu fenomena yang muncul dari penggunaan media sosial adalah budaya pembatalan, atau yang lebih dikenal dengan istilah "cancel culture".
Apa itu cancel culture? Budaya ini telah memicu banyak diskusi dan kontroversi, mengubah cara kita berinteraksi, berdebat, dan berbagi informasi.
Apa itu Cancel Culture?
Fenomena Cancel Culture merujuk pada situasi di mana seseorang atau sebuah grup dibubarkan atau 'ditiadakan', biasanya setelah mereka melakukan kesalahan atau dianggap bertindak tidak sesuai.
Hal ini sering terjadi di media sosial, di mana individu atau organisasi menjadi target dari "huru-hara" online.
Biasanya, ini melibatkan upaya kolektif untuk mengekspresikan ketidaksetujuan dengan berbagai cara, termasuk penghentian dukungan, penolakan, penolakan untuk berpartisipasi, atau pemboikotan.
Penyebab Cancel Culture
Sebagai salah satu budaya di media sosial, cancel culture terjadi karena banyak faktor. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:1
1. Penyebaran informasi, atau mungkin juga disinformasi, di media sosial terjadi dengan sangat cepat.
Kesalahan atau pernyataan kontroversial dapat menyebar dalam hitungan detik, menciptakan situasi yang dapat memicu cancel culture.
2. Dalam era digital, respons seringkali dilakukan dengan cepat dan instan. Sehingga tidak ada waktu untuk melakukan analisis mendalam atau memahami konteks sebelum mengekspresikan ketidaksetujuan.